Rabu, 25 Maret 2009

Surat Ibnu Taimiyah untuk Bunda.




Bismillahirrahmanirrahim.

Dari Ahmad bin Taymiyyah kepada ibunda yang kami sayangi dan kami hormati, semoga Allah memberkahi usianya, memberikan beliau keselamatan dan kelapangan, serta menjadikan beliau sebagai salah satu hamba-Nya yang terbaik.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kami memuji Allah, Zat yang paling berhak untuk dipuji. Tiada yang berhak diibadahi melainkan hanya Dia. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi terakhir dan imamnya orang-orang shalih, Muhammad, hamba dan utusan-Nya.

Sungguh karunia Allah telah datang dengan melimpah, pertolongannya pun tiada pernah berakhir. Ananda pun bertahmid memuji-Nya, meminta-Nya untuk menambah kemurahan-Nya. Kemurahan Allah tidak akan berpaling darimu wahai ibuku yang berbahagia.
Sungguh bunda, keberadaan ananda di Mesir adalah adalah karena perkara yang penting, bila tugas (dakwah) ini ditinggalkan, maka akan timbul penyimpangan dan kerusakan bagi agama dan dunia kita.

Bunda… Berada jauh dari bunda bukanlah jalan yang ingin ananda pilih. Jikalau burung dapat membawa kita, ananda pasti akan datang kepadamu. Namun bunda, ketidakhadiran ananda di sisi bunda ada sebabnya. Dan bila bunda melihat keadaan kaum Muslimin, bunda pun pasti akan memilihkan bagi ananda tempat yang sama sebagaimana ananda berada sekarang.

Sungguh bunda, ananda selalu berdoa kepada Allah untuk menunjuki kita kepada pilihan yang tepat, dan ananda selalu berdoa bagi kebaikan bunda. Ananda juga memohon kepada Allah untuk memberkahi kita dan seluruh kaum muslimin, dengan rahmat yang meliputi keselamatan dan kemanfaatan.

Allah telah bukakan bagi ananda gerbang keberkahan, ampunan, serta hidayah melalui jalan yang tiada ananda kira sebelumnya. Dalam keadaan selalu ingin pulang ke pangkuanmu wahai ibunda, ananda pun beristikharah. Ananda tidak bisa membayangkan jika Allah tetapkan pilihan bagi diri ananda untuk menyukai perkara duniawi atau hanya merasa cukup dengan amalan ibadah yang lebih sedikit agar bisa dekat dengan dirimu, bunda. Di sini, di Mesir masih banyak perkara yang tidak bisa ananda tinggalkan, karena takut akan bahayanya, secara umum maupun secara pribadi, dan sungguh saksi-saksi itu melihat apa yang tidak dilihat oleh orang yang hadir.

Ananda ingin bunda banyak berdoa kepada Allah. Mintalah agar Dia memberikan hidayah kepada kita dan memilihkan jalan yang terbaik bagi kita. Karena Allahlah Yang Maha Mengetahui, sedangkan kita tidak. Dialah yang mampu, adapun diri kita adalah lemah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Merupakan sebuah kebahagian bahwa anak Adam melakukan istikharah dan senang dengan apa yang Allah takdirkan bagi dirinya. Dan merupakan kesesengsaraan jika seorang anak Adam meninggalkan istikharah dan berkeluh kesah dengan takdir Allah.”

Sungguh, seorang pedagang dalam perjalanannya mungkin takut kehilangan uang, oleh karena itu dia menetap di sebuah tempat agar dia bisa berjalan lagi. Permasalahan yang sedang kami hadapi di sini begitu besar untuk dijabarkan, akan tetapi tiada daya dan upaya melainkan hanya melalui Allah.

Dan akhirnya, tolong sampaikan salam ananda untuk semua keluarga, tua dan muda, para tetangga, sahabat-sahabat, serta karib kerabat kita.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Walhamdulillah, washalatu wassalamu ‘ala Muhammad, wa ‘ala ahlihi wa ashhabihi.

(Diterjemahkan oleh Wira (wiramandiri.wordpress.com) dari www.abdurrahman.org)

Mempelajari Ilmu Kedokteran dan Tekhnik termasuk Tafaqquh Fid Diin?



Oleh: Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

Soal: Apakah ilmu-ilmu, seperti ilmu kedokteran dan tekhnik termasuk tafaqquh fid diin (mempelajari agama)?

Jawab:
Mempelajari ilmu-ilmu ini tidak termasuk tafaqquh fid diin, karena di dalamnya orang tidak mempelajari Al Qur’an dan As Sunnah. Akan tetapi, ilmu-ilmu ini termasuk dalam perkara-perkara yang dibutuhkan oleh kaum muslimin. Oleh karena ini sebagian ulama mengatakan: Mempelajari perindustrian, kedokteran, teknik, geologi, dan yang sejenisnya termasuk fardhu kifayah, bukan karena ilmu-ilmu ini termasuk ilmu syariat, akan tetapi karena tidak sempurnanya mashlahat umat tanpa ilmu-ilmu ini.

Oleh karena itu, saya ingatkan kepada saudara-saudara saya yang mempelajari ilmu-ilmu semacam ini untuk menjadikan niat belajarnya agar bisa memberikan manfaat kepada saudara-saudara mereka sesama muslim dan juga agar bisa mengangkat derajat umat Islam.

Sekarang, jumlah umat Islam milyaran. Jika Anda menyibukkan diri Anda dengan ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi kaum muslimin, maka ini adalah kebaikan yang banyak. Kita tidak akan butuh lagi orang-orang kafir untuk menghasilkan keadaan yang sempurna, bahkan kadang kita tidak butuh lagi bantuan mereka dalam perkara-perkara yang darurat.

Ilmu-ilmu ini, jika seseorang meniatkan (mempelajarinya) untuk menegakkan kemaslahatan hamba-hamba Allah, maka aktifitas menjadi sebuah taqarrub, pendekatan diri kepada Allah. Bukan karena zat/bentuknya, akan tetapi karena niatnya.

Adapun jika dimasukkan ke dalam tafaqquh fid diin maka ini bukanlah tafaqquh fiddiin, karena tafaqquh fid diin adalah memahami hukum-hukum syar’i dan qadari, dan memahami Zat Allah, nama, dan sifat-Nya.

(Diterjemahkan untuk blog www.ulamasunnah.wordpress.com dari Kitabul Ilmi soal nomor 83)

Senin, 16 Maret 2009

I Love You Dad

My dear, Allaah. How wonderful You are. You have blessed us immensely, yet we fail to thank You for these blessings. Despite this fact, You continue to bless us every day, in so many ways.

O Allaah, You are so Lovely. You guided us to the straight path and informed us of the deeds we should perform in order to enter Jannah. However, we are so imprudent that we neglect those deeds which will take us to Jannah.

O Allaah, How is my daddy? He is well isn’t he? You have admitted my daddy into Your Heavens, haven’t you?

O Allaah! My daddy abandoned everything and sacrificed his life to glorify Your Deen. He did not give priority to anything in this World; neither wealth, nor property; as a matter of fact, he forgot about everything else and just remembered that Islam should be superior on this Earth.

O Allaah! It is for this reason that he used to tell us stories about Umar ibn Khatab, about Tariq Bin Ziyyad and of Khalid Bin Waleed.

Eventually, he too, like them, raised arms against the enemy and continued to fight until the last drop of his blood had spilt from his body.

O Allaah! Give my Salaam to my daddy and tell him that his little boy is absolutely fine. O Allah, please also tell him that his little boy will try the first fast of his life, during this Ramadhan.

Oh Allaah ! Tell my daddy not to be worried in our absence; the life of this world is very short. Mummy says that the life of this world will end suddenly, and then no mummy, daddy, brother, sister, son, or daughter will be of any use.

However on that day the Shaheed will be able to intercede for seventy members of his family and lead them into Jannah (Paradise).

O Allaah! Tell my daddy that whenever mummy talks to me about him, she is very sorrowful, but she gives me a lot of courage. She weeps silently, but has never cried impatiently and uncontrollably.

O Allaah! Tell my daddy not to get distressed. My mummy is very courageous. She earns a living by sewing clothes and washing dishes for people in our neighbourhood. She sends me to school during the day and to the mosque in the evening. At the mosque I learn the Qur’an from the Qari. My mummy has never complained to anyone. Instead, at night-time after finishing her work, she tells me stories of bravery and courage, as my daddy used to.

O Allaah! Eid is near. The other children are going to buy new shoes with their daddys’. They have had new garments tailor-made and have bought Eid gifts to exchange with friends. Whenever I ask mummy to buy me some new shoes and clothes she does not answer me. She just remains silent and goes into the other room. Now I have stopped asking her. Maybe she has a good reason.

But Allaah! Tell my daddy not to worry. Even if I do not get new clothes, even if I do not get new shoes; so what? Eid is but a day, it will pass. Instead of passing the day playing, as children do and instead of going to the markets, I will spend it in the company of my mummy. Anyway, I am no longer a child. I have matured. My courage and resolve are very strong.

O Allaah! Tell my daddy that we are very happy. We do not lack anything. Just tell daddy to remember us; and Allaah, tell my daddy not to worry, as I no longer cry.
There is no-one who will lovingly tell me off, there is no-one to play fight with me, there is no-one who will pretend to be upset with me, but mummy tries to ensure that I am always happy.

When I hear the sorrow of my friends in here (Afghanistan) and from the childrens of Iraq, Palestine, Bosnia, Albania and Checnya that their homes have been destroyed and their parents murdered by the oppressors, I forget about my own sorrows. I see their pictures in the newspapers; they sit despondently; some sit on the rubble of their houses, some sit forlorn on the dead bodies of their relatives. And that is why Allaah, I would like you to tell my daddy not to worry, because I am not sad.

wrote by a lil mujahid, Abdul Hameed Hamza.
(Translated to English by Umm Rawhiyah)